Accepting that you're busy
Aku melihatmu seperti terhipnotis oleh
komputer. Tangan kananmu tampak setia memegang mouse dan jemarimu yang lain
sibuk dengan beberapa tombol di keybord. Hanya sekali saja kamu tengok wajahku
yang kesal di tempat tidur, itupun hanya memastikan aku sudah tidur atau belum.
"Mas.." panggilku dengan nada rendah.
"Iyaa.." jawabmu, menoleh sebentar lalu kembali sibuk dengan komputermu.
Sedikit sebal, berasa jadi patung pajangan aku dihadapanmu. Aku sebenarnya adalah pengganggumu, karena sejak dulu aku memang ditakdirkan untuk mengganggu sibukmu, lalu kita bersenang senang. Tapi tidak lagi untuk malam malam ini. Kamu terlalu sibuk meski tak pernah bilang kamu sedang sibuk sehingga memanggilmu saja aku harus berpikir satu, dua kali dalam sehari.
"Mas, ini malem senin lho.." seruku sambil senyum senyum berharap kamu akan menghentikan kesibukanmu dan berpaling kepadaku. Kamu menoleh, tertawa sedikit dan hanya bilang "iyaa..".
"Iya doang?" tanyaku agak kecewa.
"Lha maunya apa? Hemm?" tanyanya tanpa menoleh kepadaku.
Aku menarik nafas dalam diam. Gagal lagi usahaku untuk mengganggumu. Ingin marah, tapi melihatmu sesemangat itu mengerjakan tugasmu aku jadi mengurungkan niatku. Aku bahagia melihatmu bekerja, tapi aku juga agak kecewa saat aku merasa kamu terlalu sibuk.
"Maunya kamu datang kepadaku, kita kencan! Ini kamu malah sibuk dengan komputermu! Uh" ucapku sebal meski tidak dengan nada keras.
Aku segera membalikkan tubuhku kekiri, memeluk guling dan memaksa memejamkan mata. Dalam hatiku aku marah, nangis. Tapi aku paksa buat tidur. Semoga kamu tahu mas.. Mungkin kamu hanya menoleh sebentar melihatku lalu kembali pada sibukmu, ku kira.
"Mas.." panggilku dengan nada rendah.
"Iyaa.." jawabmu, menoleh sebentar lalu kembali sibuk dengan komputermu.
Sedikit sebal, berasa jadi patung pajangan aku dihadapanmu. Aku sebenarnya adalah pengganggumu, karena sejak dulu aku memang ditakdirkan untuk mengganggu sibukmu, lalu kita bersenang senang. Tapi tidak lagi untuk malam malam ini. Kamu terlalu sibuk meski tak pernah bilang kamu sedang sibuk sehingga memanggilmu saja aku harus berpikir satu, dua kali dalam sehari.
"Mas, ini malem senin lho.." seruku sambil senyum senyum berharap kamu akan menghentikan kesibukanmu dan berpaling kepadaku. Kamu menoleh, tertawa sedikit dan hanya bilang "iyaa..".
"Iya doang?" tanyaku agak kecewa.
"Lha maunya apa? Hemm?" tanyanya tanpa menoleh kepadaku.
Aku menarik nafas dalam diam. Gagal lagi usahaku untuk mengganggumu. Ingin marah, tapi melihatmu sesemangat itu mengerjakan tugasmu aku jadi mengurungkan niatku. Aku bahagia melihatmu bekerja, tapi aku juga agak kecewa saat aku merasa kamu terlalu sibuk.
"Maunya kamu datang kepadaku, kita kencan! Ini kamu malah sibuk dengan komputermu! Uh" ucapku sebal meski tidak dengan nada keras.
Aku segera membalikkan tubuhku kekiri, memeluk guling dan memaksa memejamkan mata. Dalam hatiku aku marah, nangis. Tapi aku paksa buat tidur. Semoga kamu tahu mas.. Mungkin kamu hanya menoleh sebentar melihatku lalu kembali pada sibukmu, ku kira.
Meski mataku
terpejam, sebenarnya aku menunggumu mendekatiku. Tapi tidak, kamu terlalu lama
untuk hal itu. Haah.. Aku terlalu lelah menahan rasa sebal dan itu membuat
mataku semakin berat. Aku ketiduran.
"Mas..." panggilku manja.
"Iya.. Kenapa?" sahutmu saat kamu dan aku sedang berduaan di balkon suatu malam.
"Mas tahu tidak maksud datangnya hujan saat panas menjadi gersang menahun?" tanyaku. Kamu menoleh saat aku menatapmu lembut menunggu jawaban dari pertanyaanku itu.
"Karena memang sudah saatnya hujan turun" jawabmu polos. Aku tertawa kecil.
"Yang kerenan dikit jawabnya napa?" godaku. Kamu tersenyum. "Gak bisa ngarang ngarang kaya kamu aku.." katamu pasrah. Aku tertawa mendengar katamu barusan.
"Huu.. Ngarang ngarang di pekarangan bungan kalii.. " jawabku yang entah. Aku terus terusan menertawai jawabanmu yang lucu itu dan kamu pura pura cemberut.
"Gini lho mas.. Aku jawab deeh" kataku akhirnya. "Maksud turunnya hujan itu tidak sekedar karena ia memang harus turun, tapi karena ia tahu panas telah merindui rintikannya. Berbulan bulan panas menunggu kedatangannya, selama itu pula dia menahan rasa sakit didadanya, sakit rindu. Sampai akhirnya dia mulai menggersang. Setiap hari ia selalu berharap hujan memeluknya, memeluknya erat sampai sakit didadanya itu terobati. Nah, gitu sayang.. Hehe"
"Ooh.." mulutmu membentuk huruf o.
"Ooh doang? Gitu aja tanggepannya? Gak ada yang lain selain ooh apa?"
"Lha apa?" tanyamu.
"Ya apa kek, panjang dikit gitu" jawabku cemberut.
Kamu tertawa melihatku begitu. Dan aku semakin cemberut tiada duanya.
"Ya deh panjang dikit.. Katamu.
"Ooh gitu sayang, trus?" tambahmu lagi.
"Hik hik hik.. Aku pura pura menangis.
"Sama aja tuuh.. Uuh" gerutuku sambil memukul kecil bahumu.
Kamu tertawa puas. Entah senang melihatku cemberut atau memang sengaja menggodaku dengan tawamu itu. Tangan kananmu yang merangkulku tadi terasa sedang mendekatkan tubuhku ketubuhmu. Rasanya benar benar dekat.
Aku sedikit membuka mataku. Samar samar kulihat wajahmu tepat didepanku sedang tersenyum. Aku tersenyum melihatmu.
"Jam berapa mas?" tanyaku agak serak.
"Jam setengah dua malem sayang.." jawabmu.
Kamu menggeserkan tubuhmu sedikit kepinggir tempat tidur dan mematikan lampu hias yang terletak diatas meja. Gelap dan kamu terasa begitu dekat denganku hingga akhirnya menyatu. Good bye computer! :D
Penulis : Basor Putra Wali
"Mas..." panggilku manja.
"Iya.. Kenapa?" sahutmu saat kamu dan aku sedang berduaan di balkon suatu malam.
"Mas tahu tidak maksud datangnya hujan saat panas menjadi gersang menahun?" tanyaku. Kamu menoleh saat aku menatapmu lembut menunggu jawaban dari pertanyaanku itu.
"Karena memang sudah saatnya hujan turun" jawabmu polos. Aku tertawa kecil.
"Yang kerenan dikit jawabnya napa?" godaku. Kamu tersenyum. "Gak bisa ngarang ngarang kaya kamu aku.." katamu pasrah. Aku tertawa mendengar katamu barusan.
"Huu.. Ngarang ngarang di pekarangan bungan kalii.. " jawabku yang entah. Aku terus terusan menertawai jawabanmu yang lucu itu dan kamu pura pura cemberut.
"Gini lho mas.. Aku jawab deeh" kataku akhirnya. "Maksud turunnya hujan itu tidak sekedar karena ia memang harus turun, tapi karena ia tahu panas telah merindui rintikannya. Berbulan bulan panas menunggu kedatangannya, selama itu pula dia menahan rasa sakit didadanya, sakit rindu. Sampai akhirnya dia mulai menggersang. Setiap hari ia selalu berharap hujan memeluknya, memeluknya erat sampai sakit didadanya itu terobati. Nah, gitu sayang.. Hehe"
"Ooh.." mulutmu membentuk huruf o.
"Ooh doang? Gitu aja tanggepannya? Gak ada yang lain selain ooh apa?"
"Lha apa?" tanyamu.
"Ya apa kek, panjang dikit gitu" jawabku cemberut.
Kamu tertawa melihatku begitu. Dan aku semakin cemberut tiada duanya.
"Ya deh panjang dikit.. Katamu.
"Ooh gitu sayang, trus?" tambahmu lagi.
"Hik hik hik.. Aku pura pura menangis.
"Sama aja tuuh.. Uuh" gerutuku sambil memukul kecil bahumu.
Kamu tertawa puas. Entah senang melihatku cemberut atau memang sengaja menggodaku dengan tawamu itu. Tangan kananmu yang merangkulku tadi terasa sedang mendekatkan tubuhku ketubuhmu. Rasanya benar benar dekat.
Aku sedikit membuka mataku. Samar samar kulihat wajahmu tepat didepanku sedang tersenyum. Aku tersenyum melihatmu.
"Jam berapa mas?" tanyaku agak serak.
"Jam setengah dua malem sayang.." jawabmu.
Kamu menggeserkan tubuhmu sedikit kepinggir tempat tidur dan mematikan lampu hias yang terletak diatas meja. Gelap dan kamu terasa begitu dekat denganku hingga akhirnya menyatu. Good bye computer! :D
Penulis : Basor Putra Wali